Lompat ke isi

Garuda

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Garuda
गरुड़
Lukisan Garuda membawa tirta amerta, dari India, dibuat sekitar awal abad ke-19.
Lukisan Garuda membawa tirta amerta, dari India, dibuat sekitar awal abad ke-19.
Tokoh mitologi India
NamaGaruda
Ejaan Dewanagariगरुड़
Ejaan IASTGaruḍa
Nama lainGarula, Karura
Kitab referensiPurana, Mahabharata
Golonganmakhluk setengah manusia setengah burung
AyahKasyapa
IbuWinata
SaudaraAruna, Sumati[1]
IstriUnnati[2]
AnakSumuka[3]

Garuda (Dewanagari: गरुड़; ,IASTGaruḍa, गरुड़), atau Garula dalam bahasa Pāli (Dewanagari: गरुळ; ,IASTGarula, गरुळ), adalah salah satu makhluk mitologis berwujud burung yang menyerupai manusia (manusia-burung) dalam kepercayaan Hindu, Buddha, dan Jain.[4][5][6]

Menurut agama Hindu, ia merupakan wahana Dewa Wisnu (salah satu Trimurti atau tiga dewa utama); menurut agama Buddha, ia merupakan Dhammapala atau Astasena; dalam Jainisme, ia merupakan salah satu Yaksa (dewa pelindung) Tirthankara Shantinatha.[5][6][7]

Interpretasi fisik Garuda bermacam-macam. Kebanyakan, ia digambarkan bertubuh tertutup bulu emas, berwajah putih, dan bersayap merah. Paruh dan sayapnya mirip yang dimiliki burung elang, tetapi tubuhnya sering kali seperti manusia. Ukurannya besar sehingga dalam salah satu cerita ia dapat menghalangi matahari.

Kisah Garuda terdapat dalam kitab Mahabharata dan Purana yang berasal dari India. Bangsa Jepang juga mengenal makhluk mirip Garuda, yang mereka sebut Karura. Di Thailand disebut sebagai Krut atau Pha Krut.

Indonesia dan Thailand menggunakan Garuda sebagai lambang negaranya.

Kepercayaan Hindu

[sunting | sunting sumber]

Menurut kepercayaan Hindu, Garuda adalah seekor burung mitologis, berwujud setengah manusia setengah burung, mengabdi sebagai wahana Wisnu. Ia adalah raja burung-burung dan merupakan keturunan Resi Kasyapa dan Winata, salah seorang putri dari Daksa. Ia musuh bebuyutan para ular, sebuah sifat yang diwarisinya dari ibunya, yang pernah bertengkar dengan istri lain dari suaminya, yaitu Kadru, ibu para ular.

Sinar Garuda sangat terang sehingga para dewa mengiranya Agni (Dewa Api) dan memujanya. Garuda sering kali dilukiskan memiliki kepala, sayap, ekor dan moncong burung elang, dan tubuh, tangan dan kaki seorang manusia. Mukanya putih, sayapnya merah, dan tubuhnya berwarna keemasan.

Ia memiliki putra bernama Sempati (Sampāti) dan istrinya adalah Unati atau Winayaka. Menurut kitab Mahabharata, orang tuanya memberinya kebebasan untuk memangsa manusia, tetapi tidak boleh kaum brahmana. Suatu ketika, ia menelan seorang brahmana dan istrinya. Lalu tenggorokannya terbakar, kemudian ia muntahkan lagi.

Garuda dikatakan pernah mencuri amerta dari para dewa untuk membebaskan ibunya dari cengkeraman Kadru. Kemudian Indra mengetahuinya dan bertempur hebat dengannya. Amerta dapat direbut kembali, tetapi Indra luka parah dan kilatnya (bajra) menjadi rusak.

Kepercayaan Buddhis

[sunting | sunting sumber]
Deretan patung Garuda yang sedang mencengkeram Naga, di Wat Phra Kaew, sebuah wihara di Thailand.

Garuda, yang juga disebut Garula dalam bahasa Pali (bahasa pengantar naskah Buddhis), adalah golongan burung dengan sayap cemerlang dalam kepercayaan Buddhis. Menurut konsep agama Buddha tentang tumimbal lahir (saṃsāra), mereka adalah salah satu dari Astasena atau Astagatyaḥ, yaitu delapan kelompok makhluk gaib. Dalam seni rupa Buddha, mereka dirupakan dalam posisi duduk dan mendengarkan khotbah Sang Buddha.[4] Musuh mereka adalah para Nāga (ular) dan kadangkala digambarkan sedang mencengkeram ular dengan cakarnya. Sebagaimana dalam kesenian Hindu, ikonografi yang berbentuk zoomorfis (wujud burung raksasa) maupun separuh antropomorfis (setengah burung, setengah manusia) merupakan hal yang lazim dalam tradisi Buddhis.[4]

Menurut agama Buddha, Garuda merupakan burung predator raksasa dengan ukuran bentang sayap mencapai 330 yojana.[4] Mereka diceritakan sebagai makhluk dengan kecerdasan dan perkumpulan sosial. Kadangkala mereka juga disebut suparṇa (bahasa Pāli: supaṇṇa), sebuah kata Sanskerta yang berarti "bersayap bagus". Sebagaimana kaum Nāga, mereka mengkombinasikan karakteristik hewan dan makhluk supernatural, dan dapat dianggap sebagai golongan dewa terendah.[4] Bangsa Garuda memiliki raja beserta kota untuk mereka, dan setidaknya memiliki kekuatan gaib untuk berubah bentuk menjadi manusia jika mereka ingin berurusan dengan manusia.

Menurut cerita Jataka, mereka merupakan penghuni Nagadipa atau Seruma.[4]

Bangsa Garuda merupakan musuh para Nāga, golongan makhluk berwujud ular raksasa yang diburu para Garuda. Pada suatu cerita, para Garuda menangkap para nāga dengan menerkam kepala mereka. Lambat laun, para nāga akhirnya mendapat akal bahwa dengan menelan batu besar, maka makin beratlah mereka untuk ditangkap oleh Garuda, sehingga melelahkan para Garuda dan membuat mereka mati kecapaian. Siasat tersebut akhirnya dibongkar oleh petapa Karambiya kepada salah satu Garuda, yang kemudian disuruh untuk menggigit bagian ekor nāga agar batu dimuntahkan (Pandara Jātaka, J.518).

Bangsa Garuda adalah salah satu makhluk yang diperintahkan oleh Sakra untuk menjaga Gunung Sumeru dan surga Trāyastriṃśa (Pali: Tāvatiṃsa) dari serangan para Asura.

Dalam Maha-samaya Sutta (Digha Nikaya 20), Sang Buddha membuat perdamaian sementara antara para Naga dan Garuda.

Nama lain

[sunting | sunting sumber]
Patung Bali Dewa Wishnu mengendarai Garuda.

Garuda memiliki banyak nama dan julukan. Di bawah ini disajikan nama-namanya berikut artinya:

Sebuah patung Garuda di depan Kuil Guruvayur Krishna di Kerala, India
Patung garuda di Bandara Ngurah Rai (2016)
Nama-nama lain Garuda
  • Kaśyapi
  • Wainateya
  • Suparṇna
  • Garutmān
  • Dakṣāya
  • Śālmalin
  • Tārkṣya
  • Wināyaka
Nama-nama julukan
  • Sitānana, ‘wajah putih hijau’.
  • Rakta-pakṣa, ‘sayap merah’.
  • Śweta-rohita, ‘sang putih merah’.
  • Suwarṇakāya, ‘tubuh emas’.
  • Gaganeśwara, ‘raja langit’.
  • Khageśwara, ‘raja burung’.
  • Nāgāntaka, ‘pembunuh naga’.
  • Pannaganāśana, ‘pembunuh naga’.
  • Sarpārāti, ‘musuh ular-ular’.
  • Taraswin, ‘yang cepat’.
  • Rasāyana, ‘yang bergerak cepat sebagai perak’.
  • Kāmachārin, ‘yang pergi sesukanya’.
  • Kāmāyus, ‘yang hidup dengan senang’.
  • Chirād, ‘makan banyak’.
  • Wiṣṇuratha, ‘kereta Wisnu’.
  • Amṛtāharaṇa, ‘pencuri amerta’.
  • Sudhāhara, ‘pencuri’
  • Surendrajit, ‘penakluk Indra’.
  • Bajrajit, ‘penakluk kilat’.

Garuda sebagai lambang dan kebudayaan

[sunting | sunting sumber]

Lambang negara

[sunting | sunting sumber]

Garuda juga dipakai sebagai lambang negara Indonesia dan Thailand.

Lambang kota

[sunting | sunting sumber]

Garuda dipakai sebagai lambang ibu kota Mongolia, Ulan Bator.

Lambang perusahaan

[sunting | sunting sumber]

Garuda dipakai sebagai lambang maskapai penerbangan negara Indonesia, yaitu Garuda Indonesia.

Kebudayaan

[sunting | sunting sumber]

Band beraliran death metal asal Florida Amerika yaitu Morbid Angel, menggunakan tokoh Garuda Bali dalam salah satu karya seni mereka.

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ "Sumati, Sumatī: 26 definitions". 29 June 2012. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2 November 2022. Diakses tanggal 2 November 2022. 
  2. ^ Daniélou, Alain (December 1991). Gods of India: The Classic Work on Hindu Polytheism from the Princeton Bollingen Series (dalam bahasa Inggris). Inner Traditions / Bear & Co. hlm. 161. ISBN 978-0-89281-354-4. Diarsipkan dari versi asli tanggal 6 July 2023. Diakses tanggal 3 May 2021. 
  3. ^ "Sumukha: 26 definitions". 12 April 2009. Diarsipkan dari versi asli tanggal 7 September 2022. Diakses tanggal 7 September 2022. 
  4. ^ a b c d e f Robert E. Buswell Jr.; Donald S. Lopez Jr. (2013). The Princeton Dictionary of Buddhism. Princeton University Press. hlm. 314–315. ISBN 978-1-4008-4805-8. 
  5. ^ a b Roshen Dalal (2010). Hinduism: An Alphabetical Guide. Penguin Books. hlm. 145. ISBN 978-0-14-341421-6. 
  6. ^ a b Helmuth von Glasenapp (1999). Jainism: An Indian Religion of Salvation. Motilal Banarsidass. hlm. 532. ISBN 978-81-208-1376-2. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-07-06. Diakses tanggal 2020-09-24. 
  7. ^ Robert E. Buswell Jr.; Donald S. Lopez Jr. (2013). The Princeton Dictionary of Buddhism. Princeton University Press. hlm. 249–250. ISBN 978-1-4008-4805-8. 
  翻译: